YOGYAKARTA – Sekitar 30 kiai dan pimpinan lembaga pendidikan keagamaan yang tergabung dalam tiga asosiasi Forum Komunikasi Pendidikan Muadalah (FKPM) yang diketuai KH Amal Fathullah (Gontor), Asosiasi Ma’had Aly Indonesia (Amali) yang dipimpin KH Abdul Djalal (Situbondo), dan Asosiasi Pendidikan Diniyah Formal (Apendif) di bawah pimpinan KH Fadlullah (Kaliwungu) bertemu dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Bantul, Yogyakarta.
Para kiai menyampaikan sejumlah masukan kepada Menag terkait RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Mewakili FKPM misalnya, KH Amal menggarisbawahi pentingnya pelibatan pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan lainnya dalam penyusunan RUU tersebut.
“Kami berharap selalu dilibatkan seperti saat penyusunan PMA (Peraturan Menteri Agama tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan). Kami menilai itu hasil maksimal untuk kita semua. RUU ini diharapkan lebih menguatkan,” kata Kiai Amal Fathullah, di Bantul, seperti dikutip di laman Kemenag.go.id Jumat (12/10).
KH Abdul Djalal dari Amali menyoroti masalah terbatasnya akses pesantren terhadap anggaran negara, pusat maupun daerah. Itu disebabkan belum ada regulasi yang mengaturnya. KH Djalal berharap hal itu bisa diakomodir dalam RUU ini.
“Selama ini, Ma’had Aly dan Muadalah tidak bisa mengakses anggaran. Belum diatur di PMA, bagaimana Ma’had Aly, Muadalah, dan Pendidikan Diniyah Formal bisa akses anggaran pendidikan yang 20 persen, baik APBN maupun APBD,” tuturnya.
Menag mengapresiasi atas masukan yang diberikan. Menag berkomitmen untuk melibatkan para pimpinan Mahad Aly, Muadalah, dan Pendidikan Diniyah Formal serta stakeholders lainnya dalam proses penyusunan RUU Pesantren.
“Kami di Kemenag punya tekad bahwa ini momentum kita. Bahwa pendidikan keagamaan adalah basis pendidikan di Indonesia. Ini peluang kita bagaimana negara menberikan pengakuan lebih besar bagi kelangsungan lembaga pendidikan keagamaan di negara ini sehingga kontribusi pesantren juga lebih konkrit,” jelasnya.
Menurut Menag, masukan yang diberikan akan dihimpun untuk dibahas bersama dalam penyusunan Daftar Inventaris Masalah (DIM). DIM akan disusun dan dibahas bersama setelah Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, menerima naskah RUU yang telah disahkan dalam paripurna sebagai inisiatif DPR.
“Para kyai punya peluang berkontribusi dalam membuat DIM yg akan diusulkan pemerintah. Rencana kami, ketika menyusun DIM, sebelum disampaikan ke DPR, akan didiskusikan dulu dengan forum pengasuh,” ujarnya.
“Jadi RUU yang disusun DPR akan dipersandingkan dengan DIM yang disusun pemerintah untuk kemudian dibahas bersama,” tandasnya.
Dalam kesempatan diskusi tersebut, Staf Khusus Menag bidang Komunikasi Hadi Rahman, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ahmad Zayadi, Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Mastuki, dan Kakanwil Kemenag DI Yogyakarta Muhammad Lutfi Hamid tampak turut mendampingi Menag Lukman.